🌕 Carilah Ilmu Sampai Ke Liang Lahat

Ya, ilmu itu dibutuhkan manusia untuk pemenuhan sarana kehidupanya. Jadi carilah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat. Rajinlah membaca ( buku, koran, majalah terlebih lagi Al Qur’an, mengamati alam sekitar kita juga bisa dapat ilmu. Untuk mengawali kegiatan kali ini mari kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah Islammenggalakkan umatnya melanjutkan pelajaran sehingga ke liang lahat dan Rasulullah pernah menggalakkan supaya umatnya belajar sehingga ke negeri China. Ini menunjukkan bahawa Islam menggalakkan umatnya belajar walaupun sejauh mana atau selanjut mana usia seseorang. “Carilah ilmu (dimulai) sejak dari buaian sampai ke liang lahad. Wajarlahjika Rasulullah berkata, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat“. Dengan terbiasa mengambil pelajaran dari seluruh kegiatan, kita bisa mendapatkan banyak keterampilan. Hal inilah yang bisa membuat kita lebih unggul modal keterampilan hidup tersebut kita akan siap menghadapi perubahan yang begitu cepat dalam dunia ini. 2Likes, 0 Comments - Kewirausahaan Mjs (@kewirausahaanmjs) on Instagram: ““Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat.” (Al Hadits) #carilah #ilmu #sejak #dari” Berbagike Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest. Beranda. Langganan: Postingan (Atom) Widget-Animasi. Pengikut. Arsip Blog Januari (1) Mengenai Saya. aughost Carilah ilmu sampai ke liang lahat Lihat profil lengkapku. TV. Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger. Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat." Dan sabda beliau: "Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina." Islam memerintahkan kita mencari ilmu, selama nyawa masih dikandung badan. Tidak ada alasan untuk tidak mencari ilmu, karena dengan ilmu manusia akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat, hanya orang-orang yang tidak waraslah Tuntutlahilmu sampai ke liang lahat, mungkin itu peribahasa yang tepat untuk menggambarkan bagaimana seorang mahasiswa harus mampu menggali ilmu dan potensi dirinya dengan segala cabang ilmu. Kalau mau mengcopy usahakan jangan keseluruhan, tapi carilah point-point yang kalian anggap penting saja kemudian tulislah dengan gaya bahasa kalian Siedoo Ada pepatah mengatakan ‘Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat’, atau ‘Carilah Ilmu Hingga ke Negeri Orang’. Kedua pepatah itu mungkin cocok untuk menggambarkan sosok Norizan asal Malaysia. Di usianya yang sudah 55 tahun, dia baru menempuh pendidikan S1. Norizan saat ini tercatat sebagai mahasiswi semester dua di Menuntutilmu hingga ke negeri yang jauh (cina) Dalam sebuah hadist dikatakan “uthlubul ilma wa lau bisshin” yang artinya “carilah ilmu sekalipun di negeri China”. 3. Menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Dalam hadist yang berbunyi “uthlubul ilma minal Mahdi ilallahdi” dikatakan bahwa menuntut ilmu itu dari buaian sampai ke liang lahat. Nabidalam hadits lain bersabda, “Tuntutlah ilmu dari semenjak dilahirkan sampai masuk liang lahat”. Dalam al-Quran, Alloh SWT mengajarkan sebuah do’a, “Robbi Jidnii ilmaa”, Ya Robb tambahlah ilmu. Kita jangan pernah merasa sudah banyak ilmu, namun sebaliknya carilah terus ilmu sampai akhir hayat menjemput kita. Menuntutilmu hingga ke negeri yang jauh (cina) Dalam sebuah hadist dikatakan “uthlubul ilma wa lau bisshin” yang artinya “carilah ilmu sekalipun di negeri China”. 3. Menuntut ilmu sampai ke liang lahat Dalam hadist yang berbunyi “uthlubul ilma minal Mahdi ilallahdi” dikatakan bahwa menuntut ilmu itu dari buaian sampai ke liang Artinya: Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat. Rasulullah SAW. menuntun kita agar senang dalam menuntut ilmu dan dilakukan secara totalitas karena Allah akan memberi berbagai kemudahan, sebagaimana sabda-sabdanya berikut ini: Carilah Ilmu walaupun sampai ke negeri Cina, sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim cEgd. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 1QXfgUAfWFpKkyzxrmYuy7L2wbg0GAr7LinztGHP9mJ2tE4l3Q8Jjw== image The Spiritual Reborn, Dayah Sufimuda, Aceh Kamis/Jumat, 5/6 April 2018. Ilmu Ayunan dan Ilmu Liang Lahat Oleh Said Muniruddin اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ Artinya “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan hingga liang lahat.” BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Secara umum, hadis di atas dipahami sebagai sebuah pesan untuk belajar seumur hidup long life education. Sebenarnya lebih dari itu, hadis ini mencoba memberitau kita 2 kategori ilmu. Keduanya diminta oleh Nabi SAW untuk kita pelajari, secara bertahap. Dimulai dari ilmu yang bersifat “ayunan” mengetahui adanya Tuhan sampai kepada ilmu “liang lahat” berjumpa dengan Tuhan. Hadis Nabi SAW tersebut tidak perlu kita pahami sebatas pesan literal. Karena, saat diliang lahat kita tidak lagi dalam posisi belajar. Itu sudah masuk fase awal akhirat. Disana tidak ada lagi proses belajar, yang ada hanya pertanggungjawaban. Hadis Nabi SAW ini juga masuk dalam sasaran kritik kaum “kembali kepada Alquran dan Hadis.” Katanya itu bukan hadis. Karena tidak ada dalam kitab tertentu. Sehingga teks di atas diyakini sebatas ungkapan biasa. Namun, hadis ini juga diakui ditemukan dalam kitab-kitab ulama tertentu lainnya. Hadis ini sendiri punya makna batin yang tinggi, melebihi bunyi teksnya. Dan inilah yang ingin saya berikan syarah-nya. Apa itu ilmu dalam “ayunan”? Itulah ilmu untuk anak-anak, dan juga berbagai cabangan ilmu bagi kita untuk menghadapi dunia. Apa ilmu yang anda sampaikan kepada anak-anak saat mereka dalam ayunan? Untuk menjawab ini, kita perlu kembali kepada tradisi Islam terkait pendidikan anak. Sebab, saat ini juga banyak hal yang diperdengarkan kepada anak menjelang tidur. Mulai dari lagu dangdut sampai kepada lagu-lagu para pemuja setan. Dalam budaya dan kearifan Islam, kita diajarkan mendidik anak dengan memperdengarkan berbagai syair dan kalimah tauhid. Dengan itulah mereka tertidur. Yang menghantarkan mereka ke alam bawah sadar adalah kalimah-kalimah suci tentang Tuhan. Ini dahsyat sekali. Saat-saat menjelang tidur adalah kondisi paling nyaman alfa bagi sianak untuk menyerap pengetahuan. Ini semacam hipnotherapy penanaman kesadaran ilahiyah bagi anak. Dan pengetahuan tertinggi bagi seseorang adalah pengetahuan ketuhanan makrifat/tauhid. Inilah tugas orang tua, memperkenalkan agama kepada anaknya. Ini sesuai dengan dalil dasar kehidupan awal dari agama adalah “mengenal Allah” awaluddin makrifatullah. Namun, tauhid yang diajarkan masih sebatas tauhid tekstual dan teoritis. Semua masih berupa syair-syair, ayat-ayat, dan kalimat-kalimat tentang Allah. Mereka menyerap apa-apa yang dibacakan oleh mursyid pertama mereka, yaitu orang tua mereka sendiri. Memang inilah level ilmu bagi pemula. Siapapun kita, memulai agama mesti dengan usaha memperoleh pengetahuan-pengetahuan serupa. Mulai dari mendengar kajian dan menelusuri ayat tekstual, sampai kepada jenis pengetahuan yang diperoleh dari riset inderawi empiris, serta pengetahuan-pengetahuan rasional argumentatif yang diperoleh melalui dalil-dalil burhani logika dan filsafat. Semua anak belajar hal ini. Mereka dihafalkan ayat-ayat suci. Mereka juga mengobservasi lingkungannya dan biasanya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan rasional apa itu, mengapa bisa begitu, dan sebagainya. Semua proses belajar ini hanya untuk survive memahami dan menguasai dunia. Dan kita memang diutus Allah untuk punya pengetahuan dan keahlian dalam memakmurkan bumi QS. Hud 61. Itulah ilmu-ilmu terawal untuk kita miliki ilmu teks suci tauhid teoritis, ilmu empiris observatif ainul yaqin, dan ilmu-ilmu rasional argumentatif ilmul yaqin. Perolehan semua ilmu ini menyebabkan kita percaya kepada adanya Allah. Tapi hanya sekedar “tau” dan “percaya.” Belum sampai kepada tahap merasakan atau “menyaksikan” apa yang kita percayai syuhud alias lebur fana atau “haqqul yaqin” kepada Allah. Untuk sampai kesana dibutuhkan satu metode keilmuan lagi. Yaitu, metode irfan atau tasawuf. Metode inilah yang hilang dalam bangunan keilmuan kita dalam tulisan ini saya cenderung menyamakan antara irfan, tasawuf, sufi, dan tariqah. Saya curiga ini bukan hilang, tetapi sengaja dihilangkan. Beralihnya zawiyah-zawiyah atau dayah ke sekolah-sekolah umum pada masa kolonial, dengan menghilangkan “ilmu rasa” dari kurikulumnya adalah termasuk bagian dari proses penghancuran ini. Selain itu ada gerakan-gerakan pembid’ahan terhadap praktik-praktik gnostisisme ini. Bangunan imej juga sengaja dibangun bahwa mistisisme Islam itu kolot. Mungkin karena ada sejumlah institusi Islam yang hari ini demikian tertinggal dalam pola-pola pengajaran. Bahkan banyak dayah hari ini sudah demikian kaku memahami agama, tidak lagi kuat dalam nilai-nilai irfan. Namun itu tidak bisa menghancurkan spirit asli dari tarekat tariqah itu sendiri. Zawiyah merupakan satu bentuk institusi Islam yang memadukan, kalau boleh saya sebut, “ilmu dunia” dengan “ilmu akhirat.” Sebenarnya istilah demikian tidak tepat. Semua ilmu adalah ilmu dunia-akhirat. Dunia-akhirat berada pada satu garis yang harus kita tempuh. Terminologi ini hanya semacam penjelasan terhadap ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu khusus tentang ketuhanan. Zawiyah adalah sekolah yang memproduksi berbagai pengetahuan, dengan penekanan pada spiritualitas. Semua ilmu diikat pada keyakinan dan kesadaran akan Allah. Sehingga kita temukan banyak sekali naskah klasik Islam di Aceh dan dunia melayu nusantara misalnya, yang terkait tasawuf. Ilmu dan metodologi tasawuf inilah yang membawa jiwa-jiwa murid sampai kepada Allah. Hampir semua pelosok di Aceh ada zawiyah dayah, yang disanalah masyarakat terdidik dalam ritual belajar tertentu untuk tersambung dengan “tali Allah.” Mereka benar-benar merasakan pengawasan Allah omnipresent. Sehingga terbentuk perilaku yang baik, dengan adab dan akhlak yang elok. Tidak berperilaku dhalim dan korup! Sepertinya aktor-aktor intelektual kolonial semacam Snouck Hurgronje tau, cara menguasai dunia muslim adalah dengan memisahkan kita dari Tuhan kita. Sementara, kalau kita telusuri tokoh-tokoh Islam klasik yang ahli filsafat, matematik, fisik, biologi, sejarah, kedokteran, kimia dan sebagainya itu; umumnya mereka juga mendalami dan menjalani metodologi pengetahuan “kehadiran Allah” hudhuri. Itu kelihatannya yang membuat pengetahuan-pengetahuan mereka memiliki resonansi yang kuat. Sejarah perlawan keras terhadap penjajah di berbagai belahan dunia adalah juga sejarah perang yang dipimpim para ulama, kaum sufi dan tarekat. Mulai dari Afrika Utara, India sampai Indonesia. Sementara kelompok aristokrat dan abangan lebih akomodatif dengan penjajah. Di Indonesia sebut saja beberapa nama seperti Chik Ditiro, Imam Bonjol dan Diponegoro. Masih banyak lagi. Mereka semua membangun gerakan perlawanan berbasis dzikrullah. Saya teringat dengan Sayyid Husain, kebetulan juga kakek dari ayah saya dari sebelah ibunya. Suatu ketika ditangkap Belanda karena ikut memimpin perlawanan di Pidie saat agresi Belanda kedua pada 1874. Setahun sebelumnya, Belanda gagal total pada agresi pertama mereka yang dilakukan dari Pantai Cereumen Ulee Lheue Banda Aceh pada awal April 1873. Dalam penjara, Sayyid Husain setiap malam memimpin ratib yang begitu bergemuruh, sehingga menggangu kenyamanan sipir Belanda. Saya tidak tau tariqah apa yang beliau amalkan. Dia dilepaskan, kemudian menuju Langkawi Malaysia dan meninggal disana. Keinginannya menuju Turki tidak kesampaian. Makamnya terletak di Masjid Kuwah, Pulau Langkawi. Disana ia dikenal dengan sebutan “Tok Habib” foto makamnya dapat dilihat disini. Ada satu sosok sufi lain yang juga sangat fenomenal dalam sejarah perang melawan kolonial di Indonesia. Namanya Habib Abdurrahman as-Segaf, dikenal dengan “Habib Teupin Wan.” Hemat saya tidak ada sosok selain dia, yang demikian lama terlibat dan memimpin perang fisabilillah 38 tahun 1873-1911! Ia bahkan menolak perintah rajanya sendiri Sultan Muhammad Daudsyah untuk menyerah pada Belanda. Spirit ketauhidannya tinggi sekali. Perang Aceh meredup bahkan berakhir tidak lama paska kematiannya. Ia boleh dikatakan panglima terakhir perlawanan terhadap Belanda paska ulama Tiro. Tewas terkepung pelacak andalan Belanda Letnan Schmidt di Gunung Halimon, kini makamnya ada di Desa Blang Dalam, Tangse, Aceh Pidie. Kaum sufi adalah kaum sederhana. Ruhani mereka sudah terbebaskan dari selain Allah. Jika ada penindasan, mereka tampil duluan untuk menentang. Jika ada sufi yang mengasingkan diri dari urusan publik dan tidak kritis terhadap kemungkaran yang ada, itu belum menjadi sufi. Sufi punya kritisisme dan gerakan sosial yang kuat. Pelajari Nabi SAW, betapa sering ia berkomunikasi dengan Allah, yang kemudian melahirkan energi amar makruf yang luar biasa. Sufi boleh disebut sebagai orang-orang yang menempuh jalan Tuhan salik. Sebenarnya siapa saja bisa kita sebut sufi, manakala ia telah melakukan mujahadah atau perjalanan secara sungguh-sungguh, sehingga mampu merasakan kehadiran Tuhan. Diibaratkan semacam perjalanan’ Musa berjumpa Tuhan di puncak Sinai. Atau semacam perjalanan’ Muhammad SAAW bertemu Tuhannya di Sidratul Muntaha. Sufi merupakan bagian dari kaum muslimin yang menjalani metode iluminatif tariqah untuk penyucian qalbu dan melakukan perjalanan jiwa suluk, untuk pada kadar tertentu mengalami apa yang dialami oleh manusia-manusia suci sebelumnya. Kalau manusia-manusia terdahulu, dengan cara-cara tertentu, bisa berjumpa’ Allah, mengapa kita tidak bisa? Seharusnya kita semua dalam hidup ini mengalami pencerahan spiritual syuhudi terhadap keberadaan Allah. Tentu dengan bantuan guru mursyid. Saya kira hampir semua ilmu butuh guru berpengalaman untuk membawa kita sampai pada pengetahuan tentang kebenaran. Sejak taman kanak-kanan sampai doktor pun kita dibimbing para guru dan profesor. Demikian pula dalam dunia tarekat. Inilah yang dimaksud “ilmu liang lahat” ilmu “kematian” agar bisa bertemu Allah. Makna “liang lahat” disini hanya sebuah perumpamaan. Liang lahat merupakan terminal awal perjumpaan dengan Allah. Karena memang saat kita mati nanti, untuk ketemu Allah berawal dari liang lahat. Maksud “mati” disini juga bukan dalam arti kematian biologis atau yang kita sebut meninggal terpisahnya ruh dengan jasad. Jadi apanya yang mati? Yang harus kita matikan adalah segala bentuk kesyirikan dalam ibadat/kehidupan ini, yang membuat kita terhijab dari perjumpaan dengan Allah. Inilah yang dalam hadis qudsi disebut dengan “matilah kamu sebelum kamu mati” موتوا قبل أن تموتوا Untuk sampai kepada “kematian ego” ini ada amalan-amalan yang mesti ditempuh, baik dalam rangka penyucian takhalli maupun pengisian jiwa tahalli. Inilah cara memperoleh ketauhidan yang tinggi. Ketauhidan yang membuat setiap manusia biasa dapat “berjumpa” liqa dengan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا “Katakanlah Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” QS. Al-Kahfi 110. Tariqah atau jalan irfan adalah sebuah metode bagi kita orang-orang biasa ini untuk membangun amaliah tertentu dan mematikan “diri” ego/syirik agar bisa memperoleh pengetahuan tertinggi, yaitu “bertemu” Allah. Karena puncak kebaikan/kebahagiaan itu ada saat menyaksikan “kehadiran” Allah, sejak di dunia sampai di akhirat. Tidak mungkin kebahagiaan sejati sesuatu yang kita cari-cari datang dari selain “berjumpa” dengan Allah. Pesan akhir, jangan terus menerus berada dalam “ayunan.” Yaitu sebuah model beragama anak kecil, bahwa kita hanya sekedar tau dan diberitau oleh orang lain atau oleh teks suci bahwa Allah itu ada. Dewasalah. Masuklah ke “liang lahat”, ke pintu gerbang perjumpaan dengan Kekasihmu. Matikan semua kesyirikan yang ada dalam diri, agar sejak di dunia engkau bisa bertemu dengan Allah. Itulah yang dimaksud kebahagiaan dunia, apalagi di akhirat. Demikian para guru menjelaskan. Semoga kita semua memperoleh hidayah untuk bahagia, bertemu dengan-Nya. Allahumma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad.***** BERIKUT penjelasan tentang 2 status hadits tersebut1. Tuntutlah Ilmu dari Buaian Sampai Liang Lahad اطلبوا العلم من المهد الى اللحدSyaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah ulama hadits kontemporer, lahir tahun 1336 H dan wafat tahun 1417 H di kitab beliau Qimah az-Zaman inda al-Ulama hal 30 terbitan Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, cetakan ke-10 menyatakanهذا الكلام طلب العلم من المهد الى اللحد ويحكى أيضا بصيغة اطلبوا العلم من المهد الى اللحد ليس بحديث نبوي ، وإنما هو من كلام الناس ، فلا تجوز إضافته إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم كما يتناقله بعضهم ، إذ لا ينسب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا ما قاله أو فعله أو “Perkataan ini, yaitu menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahad’, dan disampaikan juga dengan ungkapan tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahad’, bukanlah hadits Nabi. Ia hanyalah perkataan manusia biasa, dan tidak boleh menyandarkannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Tidak ada yang boleh dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau.”Diceritakan juga bahwa Syaikh Ibn Baz rahimahullah dalam sebuah kajian beliau pernah menyatakan status hadits ini, yaitu ليس له أصل, tidak ada asalnya. saya menemukan cerita ini di dan keduanya diakses pada tanggal 30 Januari 2012Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Markaz Fatwa situs Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah menyatakan bahwa ungkapan اطلبوا العلم من المهد الى اللحد ini maknanya benar, namun yang tidak boleh adalah menisbahkannya kepada Nabi shallallahu alaihi wa Menuntut Ilmu itu Wajib bagi Setiap Muslim dan Muslimah طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمةHadits طلب العلم فريضة على كل مسلم, tanpa tambahan ومسلمة diriwayatkan melalui banyak jalur dan terdapat di banyak kitab, diantaranya dikeluarkan oleh Ibn Majah dalam Sunan-nya1/81, al-Bazzar dalam Musnad-nya1/164 13/240 14/45, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir 1/36 1/58, juga dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, al-Mu’jam al-Kabir dan Musnad asy-Syamiyin, dikeluarkan juga oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal ila as-Sunan al-Kubra hadits no. 325, 326 dan 329.Ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Abu Abdirrahman al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 1/17 dan Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah 1/296 menyatakan hadits ini shahih. Dalam kitab Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah 1/296, al-Albani mengutip hadits dari Ibn Majahحدثنا هشام بن عمار حدثنا حفص بن سليمان حدثنا كثير بن شنظير عن محمد ابن سيرين عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ beliau berkomentar “shahih, tanpa tambahan وواضع العلم dan seterusnya, tambahan tersebut statusnya dha’if jiddan.”Imam Muhammad ibn Abdirrahman as-Sakhawi rahimahullah dalam kitab beliau al-Maqasid al-Hasanah 1/121 menyatakanحديث اطلبوا العلم ولو بالصين، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم، البيهقي في الشعب، والخطيب في الرحلة وغيرها، وابن عبد البر في جامع العلم، والديلمي، كلهم من حديث أبي عاتكة طريف بن سلمان، وابن عبد البر وحده من حديث عبيد بن محمد عن ابن عيينة عن الزهري كلاهما عن أنس مرفوعا به، وهو ضعيف من الوجهين، بل قال ابن حبان إنه باطل لا أصل له، وذكره ابن الجوزي في الموضوعات، وستأتي الجملة الثانية في الطاء معزوة لابن ماجه وغيره مع بيان “Hadits tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim’ disebutkan oleh al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, al-Khathib dalam ar-Rihlah dan selainnya, Ibn Abdil Barr di Jami al-Ilm, dan ad-Dailami. Seluruhnya meriwayatkan dari Abi Atikah Tharib ibn Salman, dan Ibn Abdil Barr sendiri meriwayatkan dari Ubaid ibn Muhammad dari Ibn Uyainah dan az-Zuhri. Keduanya dari Anas secara marfu’. Dan ia dha’if dari dua sisi. Bahkan Ibn Hibban berkata sesungguhnya ia batil, tidak ada asalnya’. Dan ibn al-Jauzi juga menyebutkannya dalam al-Maudhu’at. Dan nanti akan ada lagi di pembahasan huruf tha’, dinisbahkan kepada Ibn Majah dan selainnya beserta penjelasan hukumnya.”Dalam kitab yang sama 1/440, as-Sakhawi menyatakanحديث طلب العلم فريضة على كل مسلم، ابن ماجه في سننه، وابن عبد البر في العلم له من حديث حفص بن سليمان عن كثير بن شنظير، عن محمد بن سيرين عن أنس به مرفوعا بزيادة وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب، وحفص ضعيف جدا، بل اتهمه بعضهم بالكذب “Hadits menuntut ilmu wajib atas setiap muslim’ disebutkan oleh Ibn Majah di Sunan-nya, Ibn Abdil Barr dalam al-Ilm dari hadits Hafsh ibn Sulaiman, dari Katsir ibn Syinzir, dari Muhammad ibn Sirin, dari Anas secara marfu’, dengan tambahan وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب. Dan Hafsh dha’if jiddan, bahkan dituduh berdusta dan memalsukan hadits.”As-Sakhawi 1/140 menjelaskan cukup panjang tentang hadits ini, bahwa ia juga diriwayatkan dari beberapa jalur lain, namun sebagian ulama mengatakan bahwa semua riwayat tersebut mengandung cacat, tidak bisa dijadikan hujjah. Hal ini misalnya disampaikan oleh Ibn Abdil Barr dan al-Bazzar sebagaimana dikutip oleh untuk tambahan kata ومسلمة, as-Sakhawi mengatakan bahwa tambahan tersebut tidak pernah disebutkan dalam jalur-jalur periwayatan yang disimpulkan, kata ومسلمة hanya tambahan dalam hadits yang tidak ada asalnya. Sedangkan hadits طلب العلم فريضة على كل مسلم tanpa tambahan ومسلمة diperselisihkan ulama keshahihannya. []Wallahu a’lam bish shawwab.

carilah ilmu sampai ke liang lahat